4 Tahap Pembuatan Bio Diesel Dari Kelapa Sawit
Bio diesel adalah bahan bakar yang berasal dari minyak nabati dan hewani, artinya sumber dari bahan bakar ini berasal dari hewan dan tumbuhan sehingga bisa diperbaharui.
Di Indonesia, nama bio solar sudah tak asing lagi. Pertamina memang sudah lama menjual bahan bakar solar yang dicampur dengan bio diesel.
Namun apakah anda tahu bagaimana pembuatan bio diesel dari kelapa sawit hingga menjadi bahan bakar siap pakai ?
Diartikel ini akan kita bahas secara detail.
Kalau solar biasa, itu diperoleh dari minyak mentah (crude oil) yang didistilasi hingga menjadi berbagai bahan bakar termasuk solar. Sementara bio diesel umumnya berasal dari CPO atau minyak yang diperoleh dari kelapa sawit.
Bukannya minyak kelapa sawit itu banyak dijadikan sebagai minyak goreng ?
Ternyata minyak kelapa sawit ini memiliki banyak produk turunan, dari minyak goreng, bahan kosmetik, hingga digunakan sebagai bahan bakar bio diesel.
Namun, agar CPO ini bisa digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel maka harus diolah dulu supaya sifat kimia menyerupai bahan bakar solar. Pengolahan ini kita sebut sebagai reaksi metanolisis.
Secara umum, ada 4 proses dalam pembuatan bio diesel
1. Proses transesterifikasi
Transesterifikasi atau disebut juga reaksi alcoholic adalah suatu reaksi yang berfungsi memisahkan metil ester (produk yang dijadikan bio diesel) dengan material terlarut lainnya didalam CPO.
Untuk menjalankan reaksi ini, perlu zat pereaksi dan katalis.
Setelah kedua bahan diatas terpenuhi, selanjutnya bisa dilakukan proses transesterifikasi.
Transesterifikasi sendiri dilakukan dua kali, tujuannya untuk memperoleh metil ester dengan kemurnian yang tinggi.
Pada transesterifikasi pertama, CPO, metanol dan katalis dimasukan kedalam tanki reaktor. Tanki reaktor ini dilengkapi dengan pengaduk dan pemanas, hal ini karena reaksi ini tidak cukup ditambahkan dua bahan diatas tapi juga perlu dipanaskan.
Pemanasan dilakukan selama sekitar 2 jam, dengan suhu pemanasan mencapai 70 derajat celcius.
Setelah pemanasan selesai, reaktor didiamkan dalam beberapa menit hingga terbentuk endapan didasar CPO. Endapan itu adalah wujud dari zat terlarut dalam CPO berupa gliserin. Sehingga metil ester yang terbentuk sudah lebih murni namun belum cukup murni.
Sehingga perlu dilakukan proses transesterifikasi kedua, pada transesterifikasi kedua prosesnya sama saja tapi dilakukan lebih singkat. Hasilnya, juga berupa endapan gliserin namun tidak terlalu banyak.
Setelah transesterifikasi kedua selesai, metil ester yang didapat memiliki kemurnian hingga 99%.
2. Proses pencucian
Proses pencucian dilakukan untuk menetralkan kembali metil ester dari pereaksi dan katalis dari proses transesterifikasi.
Proses ini dilakukan dengan air untuk memisahkan gliserin yang mungkin masih terbawa, serta ditambahkan asam kuat seperti HCL untuk menetralkan metil ester mencapai PH 6,8 – 7,2.
3. Proses pengeringan
Pengeringan dilakukan untuk membuang air yang terdapat pada metil ester, sebelumnya pada proses pencucian air digunakan untuk memisahkan gliserin, sementara itu kita tahu air tidak bisa dibakar sehingga kalau bahan bakar mengandung air otomatis menjadi lebih sulit terbakar.
Proses pengeringan akan mengeluarkan air dadalam metil ester, caranya dengan diuapkan sampai air tersebut menguap.
Proses penguapan ini dilakukan dengan memanaskan metil ester sampai titik didih air.
4. Proses filtrasi
Filtrasi adalah proses penyaringan dengan saringan super kecil (lebih kecil dari 10 mikron). Tujuannya supaya partikel pengotor yang tidak tercuci pada proses pencucian, bisa disaring dan tidak mengotori hasil akhir dari bio diesel.
Setelah melewati proses filtrasi, bahan ini bisa kita bilang sebagai bio diesel murni atau bio diesel 100 %.
Bahan bakar ini sebenarnya bisa langsung digunakan atau bisa juga dicampurkan dengan solar untuk menghasilkan produk BBM campuran seperti B30 (bio diesel 30%).
Di Indonesia, nama bio solar sudah tak asing lagi. Pertamina memang sudah lama menjual bahan bakar solar yang dicampur dengan bio diesel.
Namun apakah anda tahu bagaimana pembuatan bio diesel dari kelapa sawit hingga menjadi bahan bakar siap pakai ?
Diartikel ini akan kita bahas secara detail.
Bahan baku bio diesel adalah CPO (crude palm oil)
Bukannya minyak kelapa sawit itu banyak dijadikan sebagai minyak goreng ?
Ternyata minyak kelapa sawit ini memiliki banyak produk turunan, dari minyak goreng, bahan kosmetik, hingga digunakan sebagai bahan bakar bio diesel.
Namun, agar CPO ini bisa digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel maka harus diolah dulu supaya sifat kimia menyerupai bahan bakar solar. Pengolahan ini kita sebut sebagai reaksi metanolisis.
Lalu bagaimana reaksi tersebut berjalan ?
Secara umum, ada 4 proses dalam pembuatan bio diesel
1. Proses transesterifikasi
Transesterifikasi atau disebut juga reaksi alcoholic adalah suatu reaksi yang berfungsi memisahkan metil ester (produk yang dijadikan bio diesel) dengan material terlarut lainnya didalam CPO.
Untuk menjalankan reaksi ini, perlu zat pereaksi dan katalis.
- Alcohol digunakan sebagai pereaksi, jenis alkohol yang dipakai adalah metanol, etanol, isopropanol dan butyl. Tapi umumnya reaksi ini menggunakan metanol sebagai pereaksinya.
- Katalis yang dipakai umumnya bersifat basa kuat seperti KOH dan NaOH.
Setelah kedua bahan diatas terpenuhi, selanjutnya bisa dilakukan proses transesterifikasi.
Transesterifikasi sendiri dilakukan dua kali, tujuannya untuk memperoleh metil ester dengan kemurnian yang tinggi.
Pada transesterifikasi pertama, CPO, metanol dan katalis dimasukan kedalam tanki reaktor. Tanki reaktor ini dilengkapi dengan pengaduk dan pemanas, hal ini karena reaksi ini tidak cukup ditambahkan dua bahan diatas tapi juga perlu dipanaskan.
Pemanasan dilakukan selama sekitar 2 jam, dengan suhu pemanasan mencapai 70 derajat celcius.
Setelah pemanasan selesai, reaktor didiamkan dalam beberapa menit hingga terbentuk endapan didasar CPO. Endapan itu adalah wujud dari zat terlarut dalam CPO berupa gliserin. Sehingga metil ester yang terbentuk sudah lebih murni namun belum cukup murni.
Sehingga perlu dilakukan proses transesterifikasi kedua, pada transesterifikasi kedua prosesnya sama saja tapi dilakukan lebih singkat. Hasilnya, juga berupa endapan gliserin namun tidak terlalu banyak.
Setelah transesterifikasi kedua selesai, metil ester yang didapat memiliki kemurnian hingga 99%.
2. Proses pencucian
Proses pencucian dilakukan untuk menetralkan kembali metil ester dari pereaksi dan katalis dari proses transesterifikasi.
Proses ini dilakukan dengan air untuk memisahkan gliserin yang mungkin masih terbawa, serta ditambahkan asam kuat seperti HCL untuk menetralkan metil ester mencapai PH 6,8 – 7,2.
3. Proses pengeringan
Pengeringan dilakukan untuk membuang air yang terdapat pada metil ester, sebelumnya pada proses pencucian air digunakan untuk memisahkan gliserin, sementara itu kita tahu air tidak bisa dibakar sehingga kalau bahan bakar mengandung air otomatis menjadi lebih sulit terbakar.
Proses pengeringan akan mengeluarkan air dadalam metil ester, caranya dengan diuapkan sampai air tersebut menguap.
Proses penguapan ini dilakukan dengan memanaskan metil ester sampai titik didih air.
4. Proses filtrasi
Filtrasi adalah proses penyaringan dengan saringan super kecil (lebih kecil dari 10 mikron). Tujuannya supaya partikel pengotor yang tidak tercuci pada proses pencucian, bisa disaring dan tidak mengotori hasil akhir dari bio diesel.
Setelah melewati proses filtrasi, bahan ini bisa kita bilang sebagai bio diesel murni atau bio diesel 100 %.
Bahan bakar ini sebenarnya bisa langsung digunakan atau bisa juga dicampurkan dengan solar untuk menghasilkan produk BBM campuran seperti B30 (bio diesel 30%).