Cara Kerja Regulator pada Sistem Pengisian Konvensional
Fungsi Regulator - Sistem pengisian merupakan sebuah rangkaian elektromekanika yang berfungsi untuk menyuplai kebutuhan arus listrik ke seluruh komponen kendaraan.
Komponen utama dari sistem pengisian ini adalah altenator dan regulator, altenator berfungsi sebagai pengubah energi mekanis ke energi listrik sementara regulator, berfungsi mengatur output pengisian (baca : Komponen sistem pengisian dan fungsinya). Lantas bagaimana cara kerja regulator sehingga bisa mengatur besarnya tegangan pengisian kendaraan ?
Regulator adalah rangkaian komponen elektronika yang memiliki tugas mengatur output pengisian. Meski fungsi utamanya mengatur output pengisian, sistem pengaturan tegangan tidak pada arus output altenator melainkan pada arus input rotor.
Dalam prinsip kerjanya, altenator memanfaatkan hukum faraday dimana ketika sebuah konduktor bergerak ditengah medan magnet maka akan timbul GGL diujung konduktor. Untuk mengatur output atau GGL pada ujung konduktor, bisa dilakukan beberapa hal antara lain dengan mengatur putaran konduktor atau mengatur besarnya kemagnetan. Selengkapnya bisa baca Prinsip kerja Altenator AC
Pada sistem pengisian, tidak mungkin mengatur putaran altenator karena putaran altenator itu mengikuti putaran mesin sehingga untuk mengontrol output pengisian dilakukan melalui pengaturan kemagnetan pada rotor.
Secara umum ada dua jenis regulator yakni tipe point atau konvensional dan tipe IC. keduanya memiliki fungsi sama namun beda prinsip kerjanya.
1. Regulator Point (Konvensional)
Regulator tipe point digunakan pada mobil-mobil yang diproduksi dibawah tahun 1990-an. Meski terkesan midel jadul namun sistem ini menjadi dasar terbentuknya IC regulator pada mobil-mobil baru.
Ada 6 terminal pada regulator mobil antara lain, terminal L, IG, N, B, F dan E.
Terminal L dan IG merupakan terminal input yang menjadi point untuk memasukan arus dari baterai. Arus diterminal L akan dihubungkan ke Voltage relay yang berfungsi untuk mengaktifkan Voltage regulator dan menghidupkan lampu CHG.
Terminal N dan B digunakan sebagai output signal untuk mengetahui berapa besaran output yang dihasilkan altenator. Sinyal dari terminal B akan digunakan dalam menentukan kinerja voltage regulator. Sementara N dipakai untuk menghubungkan terminal B dengan Voltage regulator.
Sementara terminal F dan E merupakan terminal output regulator yang terhubung ke rotor coil.
1. Ketika Kunci Kontak ON
Cara kerjanya, dimulai ketika kunci kontak ON. Arus dari baterai akan mengalur ke terminal IG dan L. diterminal L arus masuk ke kontak P0 dan langsung terhubung ke massa sehingga lampu CHG akan menyala, disi lain arus dari terminal L juga menyabang ke kumparan voltage relay dengan kekuatan rendah.
Sementara itu arus dari terminal IG masuk titik PL1 dan terhubung dengan titik PL0 pada voltage regulator. Kontak PL0 terhubung dengan terminal F sehingga arus dari baterai dihubungkan ke rotor coil.
2. Saat mesin hidup (Kecepatan rendah)
Saat mesin hidup terminal B dan N akan mendapatkan arus dengan besaran sesuai dengan putaran rotor altenator. Terminal N akan menyalurkan arus ke kumparan voltage relay sehingga timbul kemagnetan yang menarik kontak P0 terhubung ke kontak P2.
Sementara terminal B menghasilkan arus DC yang dihubungkan ke kontak P2 sehingga ketika kontak P0 tertarik maka arus dari terminal B mengalir ke kumparan voltage regulator. Disinilah aksi pengaturan tegangan rotor terjadi.
Saat kecepatan masih stasioner, arus pengisian juga rendah sehingga kemagnetan pada kumparan voltage regulator lemah. Hal itu membuat kontak PL0 masih terhubung dengan kontak PL1. Sehingga arus ke rotor tetap maksimal.
3. Saat kecepatan menengah
Saat kecepatan mesin bertambah, arus yang dihasilkan dari terminal B juga semakin besar sehingga kemagnetan pada voltage relay semakin kuat. Hal itu akan membuat kontak PL0 tertarik dan terputus dengan kontak PL1. Sehingga arus IG tidak langsung terhubung ke terminal F namun terlebih dahulu melewati sebuah resistor. Sehingga tegangan ke rotor itu tidak penuh yakni sekitar 10 volt. Hal itu akan menyebabkan output pengisian lebih kecil dengan RPM rotor lumayan kencang.
4. Saat kecepatan tinggi
Ketika RPM mesin mencapai top speed, maka arus pengisian juga akan lebih besar meski tegangan rotor sudah dikurangi. Sehingga perlu dikakukan pengurangan tegangan pada rotor coil.
Saat arus B semakin besar, maka kemagnetan pada voltage regulator juga semakin besar. Imbasnya akan membuat kontak PL0 semakin tertarik ke bawah, saat kontak PL0 menyentuh kontak PL2 maka akan terjadi drop voltage pada rotor coil.
Hal itu terjadi karena sifat arus yang selalu mengalir ke masa dengan hambatan terkecil, dalam hal ini kontak PL2 langsung terhubung ke masa sehingga arus dari IG lebih banyak mengalir ke masa. Hasilnya tegangan pada rotor bisa sangat kecil, dan output pengisian bisa lebih kecil meski RPM mesin sangat kencang.
Demikian artikel singkat mengenai rangkaian dan cara kerja regulator pengisian konvensional. Semoga bisa menambah wawasan kita.
Komponen utama dari sistem pengisian ini adalah altenator dan regulator, altenator berfungsi sebagai pengubah energi mekanis ke energi listrik sementara regulator, berfungsi mengatur output pengisian (baca : Komponen sistem pengisian dan fungsinya). Lantas bagaimana cara kerja regulator sehingga bisa mengatur besarnya tegangan pengisian kendaraan ?
Regulator adalah rangkaian komponen elektronika yang memiliki tugas mengatur output pengisian. Meski fungsi utamanya mengatur output pengisian, sistem pengaturan tegangan tidak pada arus output altenator melainkan pada arus input rotor.
Dalam prinsip kerjanya, altenator memanfaatkan hukum faraday dimana ketika sebuah konduktor bergerak ditengah medan magnet maka akan timbul GGL diujung konduktor. Untuk mengatur output atau GGL pada ujung konduktor, bisa dilakukan beberapa hal antara lain dengan mengatur putaran konduktor atau mengatur besarnya kemagnetan. Selengkapnya bisa baca Prinsip kerja Altenator AC
Pada sistem pengisian, tidak mungkin mengatur putaran altenator karena putaran altenator itu mengikuti putaran mesin sehingga untuk mengontrol output pengisian dilakukan melalui pengaturan kemagnetan pada rotor.
Bagaimana Prinsip Kerja Regulator Pengisian ?
Secara umum ada dua jenis regulator yakni tipe point atau konvensional dan tipe IC. keduanya memiliki fungsi sama namun beda prinsip kerjanya.
1. Regulator Point (Konvensional)
Regulator tipe point digunakan pada mobil-mobil yang diproduksi dibawah tahun 1990-an. Meski terkesan midel jadul namun sistem ini menjadi dasar terbentuknya IC regulator pada mobil-mobil baru.
Ada 6 terminal pada regulator mobil antara lain, terminal L, IG, N, B, F dan E.
Terminal L dan IG merupakan terminal input yang menjadi point untuk memasukan arus dari baterai. Arus diterminal L akan dihubungkan ke Voltage relay yang berfungsi untuk mengaktifkan Voltage regulator dan menghidupkan lampu CHG.
Terminal N dan B digunakan sebagai output signal untuk mengetahui berapa besaran output yang dihasilkan altenator. Sinyal dari terminal B akan digunakan dalam menentukan kinerja voltage regulator. Sementara N dipakai untuk menghubungkan terminal B dengan Voltage regulator.
Sementara terminal F dan E merupakan terminal output regulator yang terhubung ke rotor coil.
1. Ketika Kunci Kontak ON
Cara kerjanya, dimulai ketika kunci kontak ON. Arus dari baterai akan mengalur ke terminal IG dan L. diterminal L arus masuk ke kontak P0 dan langsung terhubung ke massa sehingga lampu CHG akan menyala, disi lain arus dari terminal L juga menyabang ke kumparan voltage relay dengan kekuatan rendah.
Sementara itu arus dari terminal IG masuk titik PL1 dan terhubung dengan titik PL0 pada voltage regulator. Kontak PL0 terhubung dengan terminal F sehingga arus dari baterai dihubungkan ke rotor coil.
2. Saat mesin hidup (Kecepatan rendah)
Saat mesin hidup terminal B dan N akan mendapatkan arus dengan besaran sesuai dengan putaran rotor altenator. Terminal N akan menyalurkan arus ke kumparan voltage relay sehingga timbul kemagnetan yang menarik kontak P0 terhubung ke kontak P2.
Sementara terminal B menghasilkan arus DC yang dihubungkan ke kontak P2 sehingga ketika kontak P0 tertarik maka arus dari terminal B mengalir ke kumparan voltage regulator. Disinilah aksi pengaturan tegangan rotor terjadi.
Saat kecepatan masih stasioner, arus pengisian juga rendah sehingga kemagnetan pada kumparan voltage regulator lemah. Hal itu membuat kontak PL0 masih terhubung dengan kontak PL1. Sehingga arus ke rotor tetap maksimal.
3. Saat kecepatan menengah
Saat kecepatan mesin bertambah, arus yang dihasilkan dari terminal B juga semakin besar sehingga kemagnetan pada voltage relay semakin kuat. Hal itu akan membuat kontak PL0 tertarik dan terputus dengan kontak PL1. Sehingga arus IG tidak langsung terhubung ke terminal F namun terlebih dahulu melewati sebuah resistor. Sehingga tegangan ke rotor itu tidak penuh yakni sekitar 10 volt. Hal itu akan menyebabkan output pengisian lebih kecil dengan RPM rotor lumayan kencang.
4. Saat kecepatan tinggi
Ketika RPM mesin mencapai top speed, maka arus pengisian juga akan lebih besar meski tegangan rotor sudah dikurangi. Sehingga perlu dikakukan pengurangan tegangan pada rotor coil.
Saat arus B semakin besar, maka kemagnetan pada voltage regulator juga semakin besar. Imbasnya akan membuat kontak PL0 semakin tertarik ke bawah, saat kontak PL0 menyentuh kontak PL2 maka akan terjadi drop voltage pada rotor coil.
Hal itu terjadi karena sifat arus yang selalu mengalir ke masa dengan hambatan terkecil, dalam hal ini kontak PL2 langsung terhubung ke masa sehingga arus dari IG lebih banyak mengalir ke masa. Hasilnya tegangan pada rotor bisa sangat kecil, dan output pengisian bisa lebih kecil meski RPM mesin sangat kencang.
Demikian artikel singkat mengenai rangkaian dan cara kerja regulator pengisian konvensional. Semoga bisa menambah wawasan kita.